Dalam ilmu fiqih, yang namanya puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Kalo di Indonesia (tropis) biasanya dilakukan selama 12-13 jam. Misalkan imsak sekitar pukul 04.30 lalu buka puasa waktu maghrib sekitar pukul 18.00. Hampir seragam seperti itu di beberapa wilayah. Tapi di daerah sub tropis puasa terasa benar-benar berbeda. Jika bulan Ramadhan jatuh pada musim panas (summer) tentu saja puasa jadi lebih lama. Ada daerah yang ketika imsak pukul 04.00 dan baru buka puasa pada waktu maghrib sekitar jam 21.00. Masya Allah, lamanya. Sebaliknya, jika Ramadhan jatuh di musim dingin (winter) tentu siang hari jadi lebih pendek. Misalkan ada daerah dengan waktu imsaknya pukul 05.00, mereka akan buka puasa diwaktu maghrib sekitar pukul 10.00. Waah, asiiknya. Hehe..
Yang lebih parah adalah daerah kutub. Jika anda tinggal di kutub, misalkan sekarang memulai puasa di barengi dengan “muncul”nya matahari saat ini di kutub, maka akan berbuka puasa di waktu magrib 6 bulan kemudian. Wuuaaah, benarkah? Iya, bener. Ini jika mengikuti kaidah fiqih tentang arti puasa. Karena sebagaimana dijelaskan di atas, panjang siang hari di kutub adalah selama 6 bulan. Waduh, waduh. Sepertinya gak mungkin yaa… Puasa di Indonesia selama 12 jam aja udah terasa letih, gimana selama 6 bulan. Sangat tidak bisa diterima di akal. So, jadi gimana tuh puasanya? Apa gak usah puasa aja? Husyy, enak aja!
Inilah salah satu fakta menarik yang bisa kita temui. Bukan mengada-ada tapi memang nyata seperti ini. Dan jawaban atas pertanyaan ini pernah saya dapatkan dari buku “Ramadhan, Puasa, Lailatul Qadr. I’tikaf” karya Arwanie Faishal. Dalam buku dijelaskan bahwa wilayah kutb memang jauh berbeda dengan kondisi daerah lain. Pancaran sinar matahari akan menghilang selama 6 bulan. Dengan kata lain, 6 bulan mengalami malam dan 6 bulan mengalami siang. Oleh karena itu, dalam melaksanakan puasa tidak berpedoman pada petunjuk nash fiqih secara umum karena mereka tidak dapat melihal hilal dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan misalnya, atau mereka tidak dapat menemukan titik fajar serta terbenamnya matahari dalam fase diurnal (24 jam). Dengan adanya kenyataan ini, ada satu pendapat yang menyatakan bahwa orang-orang yang berada di wilayah kutub wajib berpuasa dengan mengikuti ketetapan yang berlaku di wilayah terdekat yang mengalami putaran waktu normal (24 jam). Hal ini juga berlaku untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan serta ketetapan untuk sahur dan berbuka. Wahh, ternyata gitu toh. Jadi puasanya mengikuti wilayah disekitarnya yang jam hariannya masih normal 24 jam. Mm…untunglah, gak kebayangkan gimana kalo puasanya sampe 6 bulan gak buka-buka. Masya Allah, sebelum menyelesaikan puasa “sehari” bisa meninggal dulu tuh. Hehe.. Wallahu A’lam Bishshawwab.
0 comments:
Post a Comment